Mencintai Nabi = Mencintai Allah
Ditulis oleh: Luthfi Mafatihu Rizqia (Siswa Kelas XII MAK)
Kata al-maulid adalah transformasi dari asal kata walada-yalidu
yang artinya melahirkan atau memberikan keturunan, dan kata al-maulid
berada dalam shigot isim zaman (kata keterangan waktu) serta isim makan
(kata keterangan tempat) yang memiliki arti waktu, dan atau tempat kelahiran.
Maka, frase maulid nabi yang berasal dari bahasa Arab memiliki makna waktu dan
tempat kelahiran nabi, yang dalam hal ini adalah nabi Muhammad saw.
Bumi tersenyum bahagia, alam semesta bergembira menyambut
kelahiran manusia agung sepanjang masa, pembawa kebenaran, penegak keadilan,
penghancur kebatilan, sebagai titah sang penguasa alam Allah subhanahu wa ta’ala,
yaitu Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib; khoirul ‘arobi wal ‘ajam.
Terlahir dari rahim suci Siti Aminah seorang janda solihah pada hari Senin
tanggal 12 Rabiul Awwal tahun Gajah/571 Masehi di kota Makkah. Muhammad
menghirup nafas pertamanya di atmosfer udara Arab Jahiliyyah. Meskipun
demikian, tak sedikitpun partikel atom kejahiliyahan yang dapat memengaruhi
akhlak mulianya.
Tak ada seorangpun yang akan merasa nyaman ketika
lingkungannya merongrong kebenaran sesuatu yang diyakini dalam hati. Hati
terusik, raga gundah, jiwa resah gelisah. Itulah yang Muhammad rasakan ketika
ia harus menyaksikan kebiasaan-kebiasaan orang Arab yang telah jauh melenceng
dari ajaran agama warisan nabi-nabi sebelumnya. Mereka saling berperang karena
hal-hal sepele, berjudi, meminum khamar, membunuh anak-anak perempuan,
dan yang paling meresahkan Muhammad adalah penyembahan mereka terhadap
patung-patung berhala, sebongkah batu yang tak berguna, dan tak berhak sedikitpun
untuk disembah, dipuja, bahkan diminta pertolongan.
Pada saat itulah, Muhammad lebih memilih untuk beruzlah,
menyendiri di gua Hiro untuk melakukan muhasabah serta muqorobah
kepada Allah, serta kepada-Nyalah ia menyampaikan pengaduan-pengaduan batinnya
yang selama ini ia rasakan akibat ulah penduduk Arab. Sampai akhirnya, Allah
pun menjawab pengaduannya itu dengan lima ayat surat al-‘Alaq yang berisi
perintah membaca (إقرأ).
Lima ayat ini menjadi jawaban yang tepat bagi Muhammad, karena pada waktu itu
ia masih seorang ‘ummi, tak kenal baca tulis, maka wahyu pertama ini menandai
awal masa kenabiannya, dengan perintah untuk memperbaiki dirinya terlebih
dahulu sebelum ia memperbaiki kaumnya, seakan-akan Allah mengatakan “Bagaimana
engkau akan membenahi kaummu itu Muhammad, sedangkan engkau tak bisa
membaca.....?”. Setelah wahyu ini turun Nabi Muhammad pun sadar untuk membaca
sebagaimana yang telah diajarkan oleh Allah melalui malaikat Jibril as. Selang beberapa
hari, turunlah wahyu kedua, berupa surat al-Mudatssir, dan inilah pertanda
genderang dakwah telah dibunyikan bagi Nabi Muhammad saw. untuk mulai membenahi
akhlak kaumnya dengan membawa nilai-nilai keislaman dan misi ketauhidan.
Memulai misi dakwah di umur 40 tahun, dan mengakhiri
kerisalahannya di umur 63 tahun. Selam kurang lebih 23 tahun Nabi Muhammad saw.
mengemban misi dakwah, tak kenal kata lelah apalagi menyerah, menyebar dan
menebar benih-benih keislaman di seluruh jazirah Arab. Jazirah Arab yang dahulu
dinaungi kabut hitam kejahiliyahan, kini telah terang benderang tersinari
cahaya kebenaran islam, ini merupakan keberhasilan terbesar sepanjang sejarah
dunia, Nabi Muhammad saw. berhasil merubah keadaan bangsa Arab dan dunia. Hingga
tak heran setiap buku tentang orang-orang paling berpengaruh di dunia, selalu
menempatkanyya di deretan teratas. Karena memang belum pernah ada, dan takkan
pernah ada insan seperti beliau, yang hasil jerih payah dakwahnya masih bisa
kita rasakan hingga saat ini. Kini telah berlalu 15 abad lamanya, tapi tak
pernah ia dilupakan, masih tetap terjaga di setiap hati para pengikutnya,
kelahirannya diperingati, jasa-jasanya dikenang, sifat-sifatnya diteladani.
Kini memang Nabi Muhammad saw telah tiada, tapi teladannya sepanjang masa
dengan akhlak-akhlak mulia, seperti firman-Nya
yang artinya:
“Sesungguhnya Telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.(QS.
Al-Ahzab: 21). Dan hal ini selaras dengan tujuan pengutusan nabi,
yaitu untuk menyempurnakan akhlak seluruh manusia إنما بعثت لأتمم مكارم الاخلاق.
Di zaman ini, banyak kita temui
perayaan-perayaan maulid nabi dengan cara menggelar tabligh, majelis shalawat, atau
lomba-lomba keagamaan, tapi ironisnya banyak dari mereka yang tak paham, bahkan
tak tahu sepak terjang kehidupan nabi Muhammad saw. Bagaimana kita mencintai nabi
Muhammad saw jika kita tak mengenalnya, tak tahu riwayat hidupnya,
jasa-jasanya, serta sifat- sifat luhurnya, lalu bagaimana kita dapat meneladani
beliau, jika kita buta akan semua itu....? Inilah sekarang yang hilang, sisi edukasi
yang seharusnya diutamakan terkesan dikesampingkan demi terpenuhinya perayaan- perayaan
maulid, nilai- nilai moral yang telah beliau tanamkan seakan-akan tertutupi
oleh kemeriahan perayaan itu, tentu ini telah keluar dari tujuan utama
peringatan maulid itu sendiri, apa gunanya memperingati maulid yang hanya
sekali dalam setahun kemudian lupa sepanjang tahun dengan tidak bersikap
seperti apa yang telah beliau contohkan. Tentu Nabi merasa sedih ketika ia
hanya diingat dan diteladani pada hari kelahirannya saja, setelah
itu......dilupakanlah akhlaknya, tak ada lagi nilai- nilai akhlak beliau di
dalam tingkah laku para pengikutnya, na’udzubillah......
Kini
saatnya kita baca riwayat-riwayat kehidupan nabi Muhammad saw., kita cari tahu
sifat-sifatnya, dan kita amalkan nilai- nilai moralitasnya. Tak ada kata
terlambat, banyak sarana untuk mewujudkan hal itu. Buku-buku sejarah nabi
bertebaran di setiap toko-toko buku, akses internet pun tak pernah tertutup
untuk mengetahui sejarah kehidupannya. Tinggal kita yang berkemauan turut
mengamalkan perintah membaca sebagaimana nabi diperintahkan pertama kali,
karena dengan membaca, kita tahu, setelah tahu kita pun akan memahami dan
ketika paham, maka tergeraklah hati ini untuk meneladani setiap akhlaknya, serta
jika kita telah dapat meneladani sikapnya, niscaya nabipun akan tersenyum
bahagia pada kita, karena kita telah mencintainya dan secara langsung mencintai
Allah swt.
Katakanlah: "Jika kamu
(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah mencintai
dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Ali Imran:31)


0 comments: